Friday, August 04, 2006

Keane: Under The Iron Sea

MESKI banyak yang bilang kalau Keane cuma mengekor Coldplay, band yang digawangi oleh Tom Chaplin, Tim Rice Oxley dan Richard Hughes ini tetap pede dan bangga dengan albumnya dan sukses mengibarkan bendera sendiri.
Terbukti dengan dua penghargaan dari ajang Brit Awards 2005 berhasil mereka kantongi, masing-masing untuk kategori Album Terbaik lewat album debut mereka, Hopes and Fears dan Artis Pendatang Baru Terbaik.
Nggak ketinggalan nominator Artis Pendatang Baru Terbaik pada Grammy Awards 2006 ini.
Sebab ketenaran dan kesuksesan bisa berefek dua sisi. Negatif dan juga positif. Sisi positifnya rasanya semua orang udah paham, tapi sisi negatif, kadang kita kudu ngalamin sendiri biar tahu tekanan di saat diri terkenal.

Buat band ketenaran bisa jadi tekanan yang berujung pada perpecahan. Udah banyak band yang ditinggal personil atau bubar jalan justru di puncak ketenaran. Melulu karena nggak mampu menghadapi sukses. Personil Keane tahu benar soal ini. Di saat kesuksesan yang dulu mereka idamkan ada di genggaman, perasaan senang justru nggak melulu datang. Band mana pun mungkin sedang menikmati kesenangan luar biasa tur bareng U2 di Amerika. Tapu di saat ini nasib Keane malah ada di ujung tanduk.

Enam bulan lalu saat album Under The Iron Sea dalam masa pengerjaan, Tom Chaplin beneran nggak nongol. Cuma Tim dan Richard Hughes yang berkutat di dalam studio. Bulan November ketika sesi rekaman dipindah ke Studio heliocentric wilayah Sussex Timur tempat Hopes and Fears digarap, tiga orang ini udah nggak saling komunikasi lagi.

Dua minggu setelah itu saat rekaman lagu Crystal Ball, Tim berusaha menghubungi Tom lewat telepon. Teleponnya sih diangkat, tapi Tom nggak mau buka pintu dan membiarkan tim masuk untuk ngomong baik-baik. Diperlakukan kayak begitu, Tim jelas keki berat. Dia membanting pintu VW Golf-nya dengan keras.

Cerita ini jelas berakhir relatif bahagia. Album kedua Keane, Under The Iron Sea akhirnya dirilis. Dan kesan gelap dari sisi lirik begitu terasa. Dari latar belakang kondisi band saat pembuatan album jelas jadi bahan bakar Tom Chaplin dan Tim Rice-Oxley dalam menulis lagu.

Kalau Hopes and Fears lebih terasa romantis dan penuh rasa positif, lain halnya dengan Under The Iron Sea. Keane mengumbar album yang lebih gelap dan kurang romantis. Beberapa lagu terasa diwarnai ketidaktertarikan mereka terhadap kondisi dunia. Keane seperti mengantarkan rasa frustasi yang dirasakan banyak orang akibat perang misalnya, di sisi lain “rasa sakit” di dalam grup juga diungkapkan.

Kondisi yang boleh dikata carut marut saat produksi album kedua ini jelas berpengaruh besar sama kondisi hati dan pikiran. Sementara musisi layaknya seniman lain butuh hati dan pikiran untuk berkarya. So, apa warna hati dan kepala, itu juga warna karya mereka.

Lagu berwarna “abu-abu” seperti A Bad Dream dan Crystal Ball terasa seperti itu. Rasa kecewa Tom Chaplin saat tumbuh dewasa dituangkan dalam Atlantic yang diwarnai string synthesizer dan permainan piano Tim Rice-Oxley.

Dengan latar belakang seperti itu juga pemilihan sound dilakukan. Jalur ekspresi perasaan itu diganti dengan masuknya suara baru dalam aransemen lagu. Sebuah piano elektrik tua digabung dengan berbagai macam synthesizer analog dan dikombinasikan dengan pedal efek gitar vintage. Dari sinilah sound lagu dalam Under The Iron Sea terasa beda dengan Hopes dan Fears.

Lewat album ini status Keane sebagai band global bakal makin panjang. Masalahnya apakah trio ini akan terus bertahan ke depan? Yang ini beneran gelap. Tom Chaplin berencana menelorkan album solo. Tim Rice Oxley dipastiin bakal jadi produser dan Richard Hughes juga bantu ngisi part drum. Tapi yang ini bukan proyek Keane.

Namum, cap sebagai Coldplay tiruan nggak kunjung luntur, siapapun pasti nggak akan mau berada dibawah bayang-bayang orang lain. Selain Coldplay, Keane juga dituding meniru Radiohead, band alternatif era 90-an. Setuju atau nggak, Keane dicap sebagai band imitator, yang jelas ada benang merah di antara ketiganya. Semuanya berasal dari Inggris.

Moga-moga Keane nggak bubar. Tapi kalau itu terjadi juga mau dibilang apa. Daripada mikirin itu, lebih baik kita nikmatin aja “kegelapan” ala Keane dalam Under The Iron Sea, yang jauh lebih nikmat dan menyenangkan.

No comments: