Thursday, August 24, 2006

/Rif: Album Pil Malu

INILAH album /rif paling ditunggu setelah tiga tahun lebih absen menelurkan album. Sebuah album hasil eksplorasi mendalam atas skill masing-masing personil, maka tak heran jika pengerjaan album ini memakan waktu cukup lama. Eksplorasi tersebut bisa disimak dari sisi sound yang diusung mereka yang sarat akan bebunyian sequencer. Hal ini menegaskan kedewasaan /rif dan kematangannya dalam bermusik. Liriknya pun mengangkat sisi lain dari keindahan cinta dengan menyelipkan kritik sosial. Judul album kelima nya ini adalah Pil Malu, sebuah obat buat kamu yang nggak tahu malu!

/rif adalah salah satu band yang disegani di jagad rock tanah air. Memiliki personil Andy pada vokal, Jikun di gitar melodi, Maggi si jumawa penabuh drum dan Iwan pencabik senar bass serta Ovy di rhythm gitar yang masuk terakhir menggantikan posisi yang ditinggalkan Denny pada tahun 2003. Kilas balik awal terbentuknya /rif adalah ketika mereka dikenal di café-café seputaran Bandung pada tahun 1992. Waktu itu nama bandnya masih Badai Band hingga tahun 1995 mereka mengubahnya menjadi /rif. Di tahun 1997, /rif merilis debut albumnya yang melejitkan single Radja dan berhasil membukukan platinum untuk album ini.

Prestasi /rif pun berlanjut dan sudah tidak diragukan lagi baik di dalam maupun di luar negeri. Pangung demi panggung musik tanah air berhasil dijajaki, tak ayal /rif menjadi band langganan pensi-pensi sekolah. Itu baru yang dalam negeri, untuk yang skala internasional belum lama ini /rif diundang untuk ikut meramaikan sebuah festival tahunan bergengsi bertajuk “Fette de la Musique” di Paris, Prancis.

Album kelima yang bertajuk Pil Malu ini menampilkan 10 buah lagu yang kesemuanya masih dibesut dalam alunan rock. Tanpa banyak berbasa-basi, single unggulan album ini langsung menyajikan /rif yang lebih berenergi. Judulnya “So-Nya”, liriknya dikerjakan secara keroyokan oleh Andy, Jikun, Maggy dan Ovy dan bercerita tentang kritik terhadap seseorang yang disebut mereka sebagai ‘satria berambut palsu’. Cara penyampaiannya cukup berbeda, dengan bahasa slengean, ditambah dengan garapan musik rock yang terasa matang.

Di album ini /rif memang mengangkat isu-isu cinta yang bertema kritik sosial. Liriknya pun diangkat dari kisah sehari-hari dan kejadian yang masih hangat-hangatnya. Coba dengarkan saja “Batas”, lagu yang mengisyaratkan tentang kebebasan untuk berkreasi tak bisa dihalang-halangi. Lain lagi dengan lagu “Pil Malu” yang judulnya juga diangkat sebagai judul album ini. “Pil Malu” bercerita tentang pemilihan orang-orang tanpa rasa malu. Ini adalah cara /rif untuk mengekspresikan isi hatinya terhadap kejadian yang ada saat ini. “Idenya berawal dari rasa frustasi melihat keadaan Indonesia . Tapi karena kita ngeband yah kita hanya bisa menuangkannya ke dalam lagu-lagu bertema sosial,” papar Jikun.

Hadirnya Ovy sebagai gitaris punya makna tersendiri. Ovy yang punya pengalaman akademik di bidang musik dan pernah menghabiskan 3 tahun di London dan 2 tahun di Amerika untuk belajar gitar, berhasil beradaptasi dengan permainan dan musik /rif. Selain itu, Ovy pun menjadi player dan arranger untuk beberapa lagu di album ini. Kemampuan Ovy telah dijajal lewat album The Best Of (2003) dan semakin matang lewat ketrampilannya mengolah sequencer bersama Maggi. Salah satu lagu yang merupakan hasil asah terampil Ovy dan Maggi adalah “Pahit Getir”.

Simak juga lagu berjudul “Bilur”. Sebuah lagu yang ditulis oleh /rif yang terinspirasi dari musibah gempa bumi di Nangroe Aceh Darussalam tahun 2004. Lagu bernuansakan rock-techno ini sebelumnya pernah dimasukkan dalam album kompilasi Kita Untuk Mereka tahun 2005 dan kini lagu tersebut dihadirkan kembali dalam album kelima /rif untuk memberikan semangat bagi bangsa Indonesia.

/rif telah menunjukkan dirinya sebagai band yang tetap eksis di tanah air. Lagu-lagunya masih tetap menyuarakan jerit hati anak manusia. Lewat album ini pun refleksi emosional antar personil pun semakin erat. “Makna album ini buat kita adalah semakin terasanya hubungan anak-anak /rif semakin asyik. Segala cobaan telah kita lalui dan pastinya kita masih tetap optimis. Album ini juga bisa menjadi tolok ukur dari sebuah band yang sudah ada di kancah musik tanah air selama satu dekade lebih,” tandas Jikun.

Monday, August 14, 2006

Cokelat (Untukmu Indonesia-ku)

INDONESIA sebentar lagi merayakan hari jadinya yang ke 61.
Sebagai bingkisan ulang tahunnya, Cokelat menghadirkan sebuah album bertema patriotisme yang bertajuk Untukmu Indonesiaku.
Bingkisan teramat spesial dari Cokelat yang juga baru merayakan ulang tahunnya yang kesepuluh ini, berisikan daur ulang 8 buah lagu wajib nasional dan lagu bertema perjuangan ditambah 2 buah lagu baru dari Cokelat.

Lagu daur ulang ini sengaja dihadirkan Cokelat dengan ramuan musik pop modern tanpa menghilangkan ruh lagu aslinya. Sedangkan dua buah lagu barunya bisa jadi merupakan anthem setelah “Bendera”. Seperti apa album Cokelat kali ini yang membuat Cokelat harus menyepi di luar Pulau Jawa dan juga membuat Kikan menangis saat take vokal?

Album ini diberi judul Untukmu Indonesiaku berisikan 10 buah lagu bertemakan perjuangan dan semangat patriotisme Indonesia .
Di album ini, terdapat pula tiga buah lagu milik Cokelat yaitu lagu “Bendera” yang di mix ulang ditambah dua buah lagu baru Cokelat berjudul “Cinta Damai” dan “Ikrar Kami”.
Semuanya diracik dalam ramuan pop modern dan dibumbui sweet rock ala Cokelat.
Segmentasi album di bagi dalam dua kubu yaitu ballad dan rock sehingga diharapkan semua pendengar musik baik musik keras maupun musik lembut dapat menikmati album Untukmu Indonesiaku ini.

Untukmu Indonesiaku ini dihadirkan tepat di ulang tahun negeri tercinta Republik Indonesia yang ke-61.
Bingkisan ini amat spesial dalam menghadirkan sesuatu untuk Indonesia yang sesuai dengan kemampuan Cokelat.
Kami bikin album ini untuk memberi sesuatu bagi Indonesia yang tentunya sesuai dengan kemampuan Cokelat yaitu bermusik. Cokelat merasa, sudah saatnya melestarikan lagu nasional yang sekarang ini sudah tenggelam dari hinggar bingar oleh musik modern,” tandas Edwin, gitaris Cokelat.

Pengerjaan album memakan waktu sekitar tiga bulan dan menyita perhatian personil Cokelat secara khusus.
Cokelat menyisihkan waktunya untuk memilih dan mengaransemen lagu-lagu perjuangan yang akan dimasukkan ke album Untukmu Indonesiaku di tengah-tengah promo tur album The Best Of Cokelat ‘Tak Pernah Padam’.
Cokelat juga menyempatkan diri untuk melakukan riset singkat tentang lagu-lagu perjuangan yang populer di tengah masyarakat di kota-kota yang mereka singgahi selama tur.
Dari riset singkat tersebut, Cokelat menemukan tak banyak lagu-lagu perjuangan yang dikenal oleh anak muda sekarang.
Hal ini sempat membuat sedih Cokelat namun hal ini juga yang menjadi cambuk motivasi Cokelat untuk segera menggarap album ini.

Demi mendapatkan feel yang pas dalam menggarap album ini, Cokelat hijrah ke Pulau Bali. Selama empat hari di akhir bulan Mei 2006 mereka masuk studio dan merekam lagu-lagu tersebut.
Mengapa Pulau Bali yang dipilih untuk proses rekaman album ini? Ronny, bassis Cokelat, coba mengungkapkan, “Pulau Bali identik dengan wisata Indonesia . Pulau ini adalah identitas Indonesia di mata dunia. Kami mencoba menangkap emosi tersebut dari turis-turis yang datang di Pulau ini. Kami juga ingin mengangkat Bali kembali setelah beberapa kali Pulau ini digoncang bencana.”

Tak hanya proses rekaman, pemotretan gambar-gambar untuk album ini pun dilakukan di Bali . Personil Cokelat berbaris rapih dalam pakaian dinas upacara Paskibra di bibir pantai.
Mereka tampak gagah menatap cakrawala langit dibawah kibaran bendera merah putih.
Sesi pemotretan ini sempat menarik perhatian wisatawan manca negara yang melintas.

Memasuki pertengahan bulan Juni 2006 lagu-lagu untuk album Untukmu Indonesiaku ini selesai direkam.
Setelah proses seleksi terpilihlah sepuluh lagu yang akan dimasukkan ke album Untukmu Indonesiaku. Lagu-lagu tersebut adalah:

1. Satu Nusa Satu Bangsa
Lagu karya Liberty Manik atau akrab dengan L. Manik, komponis kelahiran Batak, menjadi single pertama album Untukmu Indonesiaku. Tema patriotik sangat terasa di lagu ini. “Satu Nusa Satu Bangsa” diaransemen kembali oleh Cokelat dengan irama ballad-rock dengan dukungan orkestrasi dari Sa’unine.

2. Tanah Airku
Lagu ini memiliki makna mendalam bagi Cokelat. Saat take vokal lagu karya Ibu Sud ini, Kikan sempat meneteskan air mata waktu menyanyikan lirik lagunya. “Sedih banget waktu menyanyikan liriknya. Memang sih lagu itu diciptakannya sudah lama, tapi keadaannya bertolak belakang dari kenyataan sekarang. Sedih tapi saya harus bangga sebagai orang Indonesia ,” papar Kikan. Lagu ini memasukkan unsur irama Minang yang dimainkan oleh Jazzer handal, Riza Arsyad.

3. Kebyar Kebyar
Nuansa rock yang hadir disini sangat kental. Cita suara metal ini berhasil menghadirkan lagu karya Gombloh semakin menghentak. Lewat lagu ini, Cokelat ingin mengorbarkan kembali semangat pemuda Indonesia untuk berani berkorban demi Indonesia .

4. Cinta Damai
Ini adalah lagu yang diciptakan oleh Edwin Cokelat. Lagu ini mencoba mengangkat tema patriotik sesuai dengan keadaan saat ini. Dalam tempo ballad, Cokelat mencoba membangkitkan semangat untuk tetap menjaga perdamaian di Indonesia .

5. Syukur
Lagu wajib yang harus dinyanyikan saat Upacara Bendera ini dibawakan kembali ala Cokelat. Meskipun dibawakan dengan gaya nge-rock, lagu ini kesan khidmatnya tetap terjaga. Tembang ini adalah karya H. Mutahar yang diperkenalkan pada Januari 1945. Biasanya lagu ini dinyanyikan hanya lirik versi pertamanya saja yaitu lirik yang berisi gita puja terhadap Tuhan. Namun disini, Cokelat membawakan juga dua versi lainnya yang bercerita tentang rasa terima kasih pada pahlawan bangsa dan apresiasi terhadap kegiatan Pramuka Indonesia . Cokelat berhasil mendeskripsikan lagu ini kembali menjadi sebuah lagu rock modern yang tidak membosankan.

6. Bangun Pemudi Pemuda
Lagu ini dibuka dengan pembacaan Sumpah Pemuda oleh para personil Cokelat. Khusus lagu ini, Anda akan dibawa ke dimensi jauh di masa depan. Bekerja sama dengan DJ T3ORY dari Mobil Derek, lagu karya A. Simanjuntak ini menjadi lagu bernuansa elektronika. Sangat kreatif, memang.


7. Ikrar Kami
Lagu baru kedua dari Cokelat yang hadir di album ini. Lirik dan lagunya sarat akan melodi pop yang riang dan ditulis oleh Ernest Cokelat. Biasanya Cokelat menulis lagu bertema cinta dan patah hati namun kali ini muncul sebuah lagu dengan tema berbeda. Ini adalah salah satu karya Cokelat yang didedikasikan untuk semangat nasionalis.

8. Halo-Halo Bandung
Sengaja dipilih lagu karya Ismail Marzuki ini untuk masuk ke dalam album Untukmu Indonesiaku. Cokelat sebagai band yang berasal dari kota Bandung merasa lagu ini wajib diperdengarkan kembali dalam nuansa rock modern.

9. Bendera (New Version)
Hadirnya album perjuangan Untukmu Indonesiaku ini tak dipungkiri lagi ada dibalik kesuksesan single Bendera. Cokelat menghadirkan kembali lagu karya Eross Sheila on 7 yang dikenal tahun 2002 dalam versi yang berbeda. Kali ini, lagu yang sempat menjadi lagu tema film nasional karya Nan . T Achnas, dihadirkan dengan raungan gitar yang padat. Melodi dan distorsi dari gitar yang berbeda dari aslinya semakin membakar semangat untuk tetap menjunjung tinggi nasionalisme.

10. Hari Merdeka
Untuk lagu ini, Kikan punya maksud tersendiri, “Lagu-lagu wajib nasional bertema perjuangan kental akan orkestrasi, maka itu kami tidak ingin menghilangkan elemen penting dari lagu tersebut. Kami menggabungkan rock Cokelat dengan orkestrasi alat musik gesek dalam lagu perjuangan yang kami aransemen ulang.” Lagu bertempo mars ini memang hadir dalam rock yang dasyat ditambah cita suara string dari orkestrasi Sa’unine. Hal ini semakin memantapkan lagu karya H. Mutahar menjadi lagu dengan irama rock modern yang pantas.

Official Site:
www.cokelat.net

Fourplay (Album: X)

Album X Milik Fourplay Telah Dirilis !

Siapa tak kenal Fourplay? Supergrup ini berisikan musisi-musisi handal dibidangnya.
Sedikit band yang tetap eksis dan mampu mempertahankan performance-nya dengan baik.
Diantara yang sedikit itu adalah FOURPLAY, kuartet yang terdiri dari musisi kawakan Bob James (keyboard, piano), Harvey Mason Sr (drum, perkusi), Larry Carlton (gitar) dan Nathan East (bass). Mereka teguh setia di jalur contemporary jazz dan berkarir secara cemerlang selama lebih dari 15 tahun lamanya.

Kini FOURPLAY merilis album terbaru yang merupakan album kesepuluh berjudul X, karya yang menampilkan talenta tertinggi dari setiap personilnya. Ada 9 karya yang dikemas di album ini, dimana mereka masih mengandalkan musik smooth jazz yang konsisten dimainkan sejak dari album pertama.

Dentingan piano James dengan pas mewarnai setiap komposisi, dipadu dengan petikan gitar Carlton yang elegan nan bluesy. Adapun Nathan East mengimbanginya dengan sentuhan betotan bass lembut, dimana sesekali vokalnya mengiringinya. Mason tak ketinggalan memberikan sentuhan perkusi yang ritmis dan nge-groove. Sebuah kombinasi sempurna, yang menghantarkan penikmat musiknya dalam suasana cozy, romantis, dan penuh intimacy.

Proses penggarapan album terbaru ini terbilang cukup unik. Kalau di album-album sebelumnya mereka biasanya membuat demo kemudian berkumpul di studio untuk digarap bareng. Kini dengan perangkat teknologi, masing-masing personil membuat komposisi dan saling mengirimkan ke personil lain dalam bentuk file MP3, untuk diisi sesuai parts masing-masing. Baru pada tahap penyempurnaan mereka berkumpul di studio.

Dari 9 karya yang ada, delapan buah merupakan komposisi instrumental dan satu lagi karya berjudul “My Love’s Leavin’,” yang menghadirkan vokalis tamu Michael McDonald. Keterlibatan penyanyi yang berciri khas vokal soulful baritone dengan Fourplay ini bukan kali pertama. Sebelumnya Fourplay pernah bekerja sama menggarap proyek album McDonald dibawah Motown dalam lagu Stevie Wonder berjudul Too High. Dengan pengalaman tersebut, mereka sepakat untuk menjalin kerjasama lagi dengan menggarap lagu milik Steve Winwood berjudul My Love’s Leavin’. Single inilah yang menjadi penggerak Fourplay untuk memperkenalkan album X.

Album X dari Fourplay diluncurkan di pasaran tepat pada 8 Agustus 2006. Bertepatan dengan rilis album ini, FOURPLAY mengadakan rangkaian konser dunia. Diprakarsai oleh promotor Buena Produktama, Fourplay menggelar konser di Indonesia tepatnya di Surabaya (13 Agustus) dan Jakarta (14 Agustus) 2006. Kehadiran band ini beserta album barunya diharapkan menjadi pemuas kerinduan para pencinta musik di tanah air.

Track Listing
1. Turnabout
2. Cinnamon Sugar
3. Eastern Sky
4. Kid Zero
5. My Love's Leavin' (feat. Michael McDonald)
6. Screenplay
7. Twilight Touch
8. Be My Lover
9. Sunday Morning

Official Site: www.fourplayjazz.com

Friday, August 04, 2006

Keane: Under The Iron Sea

MESKI banyak yang bilang kalau Keane cuma mengekor Coldplay, band yang digawangi oleh Tom Chaplin, Tim Rice Oxley dan Richard Hughes ini tetap pede dan bangga dengan albumnya dan sukses mengibarkan bendera sendiri.
Terbukti dengan dua penghargaan dari ajang Brit Awards 2005 berhasil mereka kantongi, masing-masing untuk kategori Album Terbaik lewat album debut mereka, Hopes and Fears dan Artis Pendatang Baru Terbaik.
Nggak ketinggalan nominator Artis Pendatang Baru Terbaik pada Grammy Awards 2006 ini.
Sebab ketenaran dan kesuksesan bisa berefek dua sisi. Negatif dan juga positif. Sisi positifnya rasanya semua orang udah paham, tapi sisi negatif, kadang kita kudu ngalamin sendiri biar tahu tekanan di saat diri terkenal.

Buat band ketenaran bisa jadi tekanan yang berujung pada perpecahan. Udah banyak band yang ditinggal personil atau bubar jalan justru di puncak ketenaran. Melulu karena nggak mampu menghadapi sukses. Personil Keane tahu benar soal ini. Di saat kesuksesan yang dulu mereka idamkan ada di genggaman, perasaan senang justru nggak melulu datang. Band mana pun mungkin sedang menikmati kesenangan luar biasa tur bareng U2 di Amerika. Tapu di saat ini nasib Keane malah ada di ujung tanduk.

Enam bulan lalu saat album Under The Iron Sea dalam masa pengerjaan, Tom Chaplin beneran nggak nongol. Cuma Tim dan Richard Hughes yang berkutat di dalam studio. Bulan November ketika sesi rekaman dipindah ke Studio heliocentric wilayah Sussex Timur tempat Hopes and Fears digarap, tiga orang ini udah nggak saling komunikasi lagi.

Dua minggu setelah itu saat rekaman lagu Crystal Ball, Tim berusaha menghubungi Tom lewat telepon. Teleponnya sih diangkat, tapi Tom nggak mau buka pintu dan membiarkan tim masuk untuk ngomong baik-baik. Diperlakukan kayak begitu, Tim jelas keki berat. Dia membanting pintu VW Golf-nya dengan keras.

Cerita ini jelas berakhir relatif bahagia. Album kedua Keane, Under The Iron Sea akhirnya dirilis. Dan kesan gelap dari sisi lirik begitu terasa. Dari latar belakang kondisi band saat pembuatan album jelas jadi bahan bakar Tom Chaplin dan Tim Rice-Oxley dalam menulis lagu.

Kalau Hopes and Fears lebih terasa romantis dan penuh rasa positif, lain halnya dengan Under The Iron Sea. Keane mengumbar album yang lebih gelap dan kurang romantis. Beberapa lagu terasa diwarnai ketidaktertarikan mereka terhadap kondisi dunia. Keane seperti mengantarkan rasa frustasi yang dirasakan banyak orang akibat perang misalnya, di sisi lain “rasa sakit” di dalam grup juga diungkapkan.

Kondisi yang boleh dikata carut marut saat produksi album kedua ini jelas berpengaruh besar sama kondisi hati dan pikiran. Sementara musisi layaknya seniman lain butuh hati dan pikiran untuk berkarya. So, apa warna hati dan kepala, itu juga warna karya mereka.

Lagu berwarna “abu-abu” seperti A Bad Dream dan Crystal Ball terasa seperti itu. Rasa kecewa Tom Chaplin saat tumbuh dewasa dituangkan dalam Atlantic yang diwarnai string synthesizer dan permainan piano Tim Rice-Oxley.

Dengan latar belakang seperti itu juga pemilihan sound dilakukan. Jalur ekspresi perasaan itu diganti dengan masuknya suara baru dalam aransemen lagu. Sebuah piano elektrik tua digabung dengan berbagai macam synthesizer analog dan dikombinasikan dengan pedal efek gitar vintage. Dari sinilah sound lagu dalam Under The Iron Sea terasa beda dengan Hopes dan Fears.

Lewat album ini status Keane sebagai band global bakal makin panjang. Masalahnya apakah trio ini akan terus bertahan ke depan? Yang ini beneran gelap. Tom Chaplin berencana menelorkan album solo. Tim Rice Oxley dipastiin bakal jadi produser dan Richard Hughes juga bantu ngisi part drum. Tapi yang ini bukan proyek Keane.

Namum, cap sebagai Coldplay tiruan nggak kunjung luntur, siapapun pasti nggak akan mau berada dibawah bayang-bayang orang lain. Selain Coldplay, Keane juga dituding meniru Radiohead, band alternatif era 90-an. Setuju atau nggak, Keane dicap sebagai band imitator, yang jelas ada benang merah di antara ketiganya. Semuanya berasal dari Inggris.

Moga-moga Keane nggak bubar. Tapi kalau itu terjadi juga mau dibilang apa. Daripada mikirin itu, lebih baik kita nikmatin aja “kegelapan” ala Keane dalam Under The Iron Sea, yang jauh lebih nikmat dan menyenangkan.