Thursday, March 23, 2006

Letto, Berani Membuat Arti

Apalah arti sebuah nama ?
Falsafah itu sepertinya yang dianut Letto, grup musik asal Yogyakarta.
Nama tersebut tidak ada hubungan dengan Leto, istri Zeus dan ibu dari Apolo dan Artemis dalam mitologi Yunani.
Bagi Noe (vokal, kibor), Patub (gitar), Arian (bas), dan Dedi (dram,perkusi), nama itu Merely an identity, untuk identitas semata.
Hal yang terpenting adalah bagaimana mereka memberi sesuatu yang berarti di blantika musik Tanah Air.
Arti itu yang coba disampaikan lewat album debut Truth, Cry and Lie.

Bukan sekadar "trend" dan gaya berbahasa Inggris jika separuh dari isi album ini memang hadir dalam bahasa internasional itu.
"Ini adalah proses kreativitas yang mengalir jujur," ungkap mereka.
Bahkan dalam musik mereka terselip khasanah etnik yang menghadirkan corak slendro dan pelog dalam permainan instrumen band modern.
Hasilnya adalah sebuah karakter musik yang "asli" beda, namun tetap asyik untuk dinikmati.

Simak saja lagu Sampai Nanti, Sampai Mati yang menjadi single pertama di album ini. Lagu itu bertutur tentang sikap optimis menghadapi hidup.
Lirik : kalau kau pernah taku mati/sama./ kalau kau pernah patah hati/ aku juga iya/Tetap semangat/dan teguhkna hati di setiap hari/sampai nanti/sampai mati…

Unik khan! Liriknya memang sarat dengan pesan positif, tapi bukan khotbah.
Sebab gaya penyampaiannya tetap dalam tutur puitis.
Tidak saja bicara tentang hidup, tapi juga cinta, patah hati, persahabatan bahkan tentang Tuhan.
Seperti juga lagu Sandaran Hati yang liriknya jika disimak lebih jauh tidak saja berbicara tentang seorang kekasih, tapi juga sahabat bahkan Yang Maha Kuasa.
Demikian juga dengan lagu I’ll Find Away yang percaya selalu ada jalan untuk mengapai angan.
Dan simak juga yang lain seperti U & I, Insensitive, dan No One Talk About Love. Seluruh lirik Letto terkesan gentlement dan dalam banget.

Lirik puitis tersebut, termasuk yang berbahasa Inggris seluruhnya ditangani oleh Noe salah seorang anak dari budayawan Emha Ainun Najib.
Menurut dia, itu mengalir secara spontan dan alami. "Kami ini anak desa, tidak pernah berpikir yang muluk-muluk. Semua mengalir sesuai dengan kata bathin," ucapnya.

Dia mengakui sebagian besar terinspirasi dari pengalaman pribadi.
Untuk aransemen musik dikerjakan mereka bersama-sama.
Tak heran jika masing-masing memberi pengaruh dalam setiap lagu.
Alhasil akan terasa sedikit ramuan dari rock ala Led Zeppelin, J-rock ala Kitaro, punk rock, bahkan psikadelik.
Ramuan unik itu setelah berpadu terasa begitu easy listening.
Artinya, musiknya enak di kuping, nyaman di hati, namun juga bukan asal bunyi.
Alhasil, kuping anda akan terbuai dalam nada-nada penuh rasa yang dalam.
Hal itu didukung oleh karakter vokal Noe yang melankolis namun tidak cengeng.

Konsep "beda" ini yang membuat Musica Studio's tertarik.
Awalnya Letto diperkenalkan dalam album kompilasi Pilih 2004 lewat single I’ll Find A Way.

Letto berawal dari sekumpulan pemuda yang pernah sama-sama duduk di bangku salah satu SMA di kota Yogyakarta.
Saat itu, aku mereka, tidak pernah terbayangkan kalau suatu saat nanti akan cari modal kawin dari menjual lagu.
Maklum mereka memilih bercengkrama dalam sebuah kelompok teater dengan pertimbangan bahwa belajar teater jauh lebih murah dibandingkan dugem atau narkoba.
Proses berteater ini kemudian memberi pengaruh dalam karya musik mereka kini.

Uniknya tumbuh di lingkungan gamelan tapi dengan idola Queen, Yanni atau LedZeppelin membuat masalah.
Terutama bagaimana memainkan Bohemian Rhapsody dengan slendro atau pelog. Pandangan bahwa semua adalah hasil proses kreativitas membuat akhirnya lahirlah "musik puisi".
"Banyak ekpresi yang terlihat ketika kami mementaskan hasilnya. Dari yang tersenyum menghargai sampai yang melotot dengan muka pucat. Tapi whatever lah, that's not the point. Yang penting kami sudah berkarya dan tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang nggak berguna," kata Aldi yang merupakan behind the scene dudez Letto bersama Bedjat-Miko.
Mereka juga beruntung, bahwa karya itu juga didengar oleh Noey "Java Jive", produser bertangan dingin yang telah melahirkan sejumlah grup besar termasuk Peterpan.

Sebagai karya pertama mereka tidak ingin bermuluk-muluk. "Kami tidak berani menklaim bahwa apa yang kami berikan sebagai sesuatu yang beda dan baru di banding yang lain. Ini hanya karya seorang mahluk ciptaan Tuhan yang coba memberi sesuatu ke dalam wacana musik Tanah Air," ungkap mereka.

Apakah ini sebuah janji ? Buktikan saja dengan mendengarkan Letto dalam lewat Truth, Cry and Lie.

(sumber: Musica Studio's)

No comments: