Thursday, May 15, 2008

Ports Of Lima (Album Sore, 2008)


Jika menyimak album ini kita seolah mengalami deja vu. Ini sudah barang tentu merupakan kepiawaian kelompok Sore yang menguak, mengais, menyusun ulang, mendulang dan meracik paradigma musik dan sound masa lalu (baca: 60an hingga 70-an) menjadi suguhan yang lebih kontemporer. Sore tak lagi sekedar sebuah kelompok musik yang bergenit genit dengan format retro. Setidaknya Sore yang terdiri atas Awan Garnida (bass,vokal), Ramondo Gascaro (keyboard,vokal), Ade Paloh (gitar,vokal), Reza Dwiputranto (gitar,vokal) dan Bemby Gusti (vokal,drum) justeru menggunakan sound sound vintage sebagai medium berekspresi termasuk menggunakan kembali idiom linguistik yang menyurutkan kita ke zaman ejaa Van Opuysen.

Dari sisi musik Sore memang masuk kategori abu-abu. Kita tak bisa mendudukkan mereka dalam bilik genre yang lugas. Ada pop psychedelia, jazz, soul R&B dan entah apa lagi.
Struktur musik yang dijejalkan Sore terkadang mengingatkan kita pada The Beatles era brewok, harmoni vokal ala Beach Boys, jazz rock nya Gino Vannelli, selingkuh musikal ala Steely Dan hingga pola brass rock yang mengemuka pada akhir 60-an lewat Blood Sweat & Tears,Tower of Power maupun Chicago Transit Authority.

Dalam pola penulisan lirik,Sore (sejak album perdana Centralismo) memang ingin berpuitik. Sulit ditakwilkan.Lagi-lagi mengingatkan kita pada modus operandi lirikus era 70-an seperti Keith Reid dalam Procol Harum, Pete Sinfield dalam koridor prog-rock (baca: King Crimson atawa Emerson Lake & Palmer), Bernie Taupin pada album-album fenomenal Elton John di awal 70-an (ingat "Tumbleweed Connection" atau "Madman Across The Water" ?) serta Donald Fagen dengan Steely Dan yang absurd itu. Ini sebuah keberanian beresiko tinggi ketika semua band di Indonesia melakukan kesepakatan tampil sesimpel mungkin, senaif mungkin alias mengikuti selera 85 persen dari 280 juta rahayat negeri ini.

Di album ini Sore menyertakan semacam buklet yang digarap mirip sebuah skenario film. Tema dari lagu pertama hingga lagu ke 13 dirajut dan dihubungkan dengan jelujur plot dan setting. Apakah ini obsesi dari Ramondo Gascaro dan Bemby Gusti yang pernah membuat music score film "Berbagi Suami" atau "Quickie Express" ?. Entahlah.
Selangkah lagi, sebetulnya, Sore bisa membaptis albumnya ini sebagai concept album. Tapi entah kenapa,hal tersebut urung mereka wujudkan.

Banyak tematik yang mereka kedepankan di album ini.Ada fantasi cinta yang bernafaskan daging dalam "Karolina" :

Making love to you is like a dream to me
Having you beside me is a fantasy

Atau ketika Sore mengidentifisir perangai Preman dalam berbagai dimensi.Preman dalam arti harafiah maupun kaum beradab yang memiliki adab preman (adakah dia sang koruptor?)dalam lagu "Vrijman" :

Preman kudisan di alam bahagia
Melupakan neraca sang kodrat
Dia melepas semua tabu fana

Mungkin kita akan tersedak menyimak barisan larik yang puitik seperti pada lagu pembuka album ini "Bogor Biru" :

Semusim dikala suara itu
Menjamu merayu bisu
Menghampar merindumu
Tiada gusar menghantui biru

Musik Sore memang eklektik. Dan seperti yang telah digagas pada album perdananya 3 tahun silam,mereka sangat peduli dalam penempatan bunyi-bunyian yang terkadang menjadi jembatan dari torehan lirik liriknya. Simaklah lagu "Come By Sanjurou" yang seolah memiliki pendekatan sinematik. Pendengar seolah terlarut dalam imajinasi kelebat adegan layar lebar. Bunyi gitar akustik membayangi vokal lirih Ade Paloh. Arransemen pun berpendar lewat bunyi bunyian classy harpsichord,vibraphone dan dilumuri brass section yang impulsif. Sayangnya solo saxophone yang dilakukan Indra Aziz kurang ekspresif. Indra Aziz terlalu rapi dan hati hati. Seandainya dia bermain lepas, saya seolah mendengar tiupan karismatik almarhum Michael Brecker.

Seluruh personil Sore memiliki peluang sebagai penyanyi. Dan kelimanya memiliki karakter vokal yang tak sama. Namun dalam beberapa segi, vokal Ramondo Gascaro rasanya sangat tepat untuk lirik berbahasa Inggeris seperti "Karolina" atau "Ernestito". Ade Paloh sudah pas dalam atmosfer yang perih merintih dalam "Bogor Biru" maupun "Come By Sanjurou".

Apabila menyimak lagu-lagu yang termaktub di album ini, kita pun mahfum bahwa personil Sore pasti sering menyerap musik musik Steely Dan, Gino Vannelli, The Beatles, Beach Boys bahkan dalam lagu " Ernestito" membuat saya tak bisa lari untuk membandingkannya dengan "Does Anybody Really Know Wjat Time It Is ?" nya Chicago dari album "Chicago Transit Authority" (1969). Atau terbayanglah kerangka nuansa lagu lagu King Crimson era tahun 1969 (album "In The Court Of Crimson King") pada lagu "Merintih Perih". Ada bunyi bunyian vintage seperti mellotron, vibraphone maupun Hammond B-3. Walaupun virtual, tapi kita seolah terseret ke lorong waktu. Ditunjang pula tiupan flute dari Harry Winanto serta choir.

LABEL: AKSARA RECORD
TAHUN: 2008
TRACKLIST:

1.BOGOR BIRU
2.SENYUM DARI SELATAN
3.MERINTIH PERIH
4.ESSENSIMO
5.400 ELEGI
6.LAYU
7.SETENGAH LIMA
8.ERNESTITO
9.VRIJMAN
10.COME BY SANJUROU
11.IN 1997 THE BULLET WAS SHY
12.APATIS RIA
13.KAROLINA

Oleh: DENNY SAKRIE (pengamat musik indonesia)

No comments: