Tohpati menurut saya adalah pemusik dua sisi.Sisi pertama, dia adalah pemusik yang banyak memberikan kontribusi permaian gitar maupun arransemen pada musik pop melalui rekaman maupun pertunjukan. Sisi lainnya,dia adalah pemusik yang gigih memainkan musik segmented : jazz. Permainan gitarnya yang cenderung nyeleneh tertuang dalam Simak Dialog, kelompok jazz yang didukungnya bersama Riza Arshad hingga perseketuannya dengan Dewa Budjana dalam kelompok Trisum.
Musik dua sisi,ada sentuhan pop dan sentuhan jazz, dari Tohpati itulah yang terangkum dalam album solo ketiganya bertajuk “It’s Time” yang dirilis Sony BMG Indonesia. ”Saya ingin menyatukan dua kutub penikmat musik,pop dan yang agak agak ngejazz” ujar Tohpati. Sebetulnya, lanjut Tohpati, ini adalah upaya yang ditempuhnya agar musik yang beratmosfer instrumental bisa diterima di khalayak luas. Maka tak perlu heran jika lagu “Senandung Rindu” yang bersematkan petikan gitar akustik itu dibawakan oleh Putu Sutha Nata Wijaya, penyanyi yang pernah menjuarai AFI 3 beberapa waktu lalu. Juga mengikutsertakan penyanyi pop wanita Terry dalam lagu “Kedamaian”. Meskipun pop, Tohpati memberi sedikit sentuhan etnik dengan menyusupkan Saluang, alat musik tiup dari Sumatera Barat yang dimainkan Irfan Chasmala serta aksentuasi kendang yang ditabuh Endang Rahman menggantikan drum. Liriknya memang condong religius :
Dalam hati selalu kusebut namaMu
Setiap saat hatiku selalu merindukanMu
Kugantungkan jiwa ini kepada Mu
Secerah mentari seindah pelangi hasratku padaMu
Oh Tuhanku
Pengalaman spritual saat menunaikan ibadah haji pun tertuang dalam komposisi bertajuk “My Dream” yang menampilkan Arabian scale. Perkusionis Iwan Wiradz memberi ketebalan atmosfer Timur Tengah dengan menyusupkan tabuhan Darabuka yang sepintas mengingatkan kita pada Ali Alaoui, penabuh Darabuka kesohor. Menariknya komposisi ini pun memperlihatkan perpindahan sukat. Dibagian interlude Tohpati memainkan ragam Flamenco.
Tohpati di album ini seolah tengah bermain puzzle. Menggabungkan kepingan kepingan ragam musik dalam satu pola arransemen yang tampaknya sengaja dikemas dalam bingkai easy listening. Mudah dicerna dan menyejukkan.
Beberapa ragam musik etnik negeri ini bergaung pula.
Simak misalnya “Dewata” yang mengadopsi musik tradisional Bali tapi dalam bingkai pop. Meskipun nuansa Kecak yang dihadirkan I Gusti Kompyang Raka yang lazimnya berkesan dark malah terdengar enteng. Tohpati pun tak menyertakan gamelan Bali yang lazimnya berkesan agresif. Sebaliknya nada pentatonik Bali justeru diwakili tiupan seruling Bang Saat.
Alam hutan Papua seolah berada dipelupuk mata saat mendengar introduksi ‘ Cenderawasih’ yang menampilkan unison tiupan klarinet dan petikan gitar akustik.
Atmosfer Aceh pun terwakili pada komposisi “Song For Aceh” yang berkesan gloomy. Geraman cello yang digesek Wawan dan elusan fretless bass Bintang Indiarto memang telah menyiratkan kemuraman rakyat Aceh yang dilanda Tsunami pada tahun 2004. Diperkuat voicing narasi yang dilakukan Marzuki Hasan,dosen Institut Kesenian Jakarta khusus seni budaya Aceh.
Dalam “Gembala”,Tohpati seolah ingin menyatukan nuansa koboi Amerika dan penggembala sapi di negeri ini. Drum berpadu dengan kendang Sunda.Melodi gitar yang dimainkan secara rapat berbaur dengan tiupan klarinet Eugene Bounty yang menggantikan bunyi-bunyian fiddler seperti yang lazim dimainkan dalam musik country.
Kepiawaian Tohpati memainkan nylon guitar terlihat pada dua komposisi di album ini. Pertama, pada “Untuk Diingat”,sebuah lagu dari album perdana Simak Dialog di tahun 1995 yang dimainkan dengan pola bossanova. Kedua,pada “It’s Time” yang cenderung classical dengan menonjolkan teknik arpeggio.
Pola fusi ini memang telah menggerayang kuping pendengar sejak lagu pertama album ini yaitu “Dancing Kids” yang membaurkan banyak ragam musik. Ada sekelebat raungan gitar elektrik yang bluesy. Ada pola rhythm jazz lewat betotan bas akustik Donny Sunjoyo. Unison klarinet dan saxophone yang ditiup Eugene Bounty serta dialog antara tiupan trumpet Rio Saharadja dan gitar Tohpati. Ada pula bunyi scratch turntables Juga ada rapping dari Iwa K yang terkadang menyeruak ke pola raggamuffin’ yakni senyawa antara reggae dan hip hop. Bahkan Tohpati pun menyisipkan celoteh kedua buah hatinya Kanti dan Tisti. Komposisi ini mengingatkan pada pola fusi yang pernah dilakukan kelompok US3 atau Medeski Martin & Wood. Tapi Tohpati tetap tak mau melanggar rambu-rambu yang menjadi pakem utama jelujur musik albumnya : easy listening.
Walaupun pada komposisi penutup dalam bentuk nedley bertajuk “Kata Hati – Inspiration”, Tohpati tergelitik untuk menyorongkan aroma post bop . ”Kata Hati” adalah komposisi yang diambil dari album “Lukisan”(Simak Dialog,1995) serta “Inspiration” sebuah komposisi impromptu yang dimainkan secara duet antara gitar Tohpati dan drum Sandy Winarta. Boleh jadi inilah sajian yang sangat jazz dari album ini. Dan Tohpati pun hanya berani memainkannya dalam durasi pendek 3 menit 21 detik. Itupun ditaruh pada penghujung album.
JUDUL ALBUM : IT'S TIME
ARTIST : TOHPATI
LABEL : SONY BMG INDONESIA
TAHUN : 2008
PRODUSER : TOHPATI & JAN N DJUHANA
TRACKLIST
1.Dancing Kids
2.Senandung Rindu
3.Cenderawasih
4.My Dream
5.Untuk Diingat
6.Kedamaian
7.Dewata
8.It's Time
9.Song for Aceh
10.Gembala
11.Kata Hati - Inspiration
Oleh : DENNY SAKRIE (pengamat musik indonesia)
No comments:
Post a Comment